Sabtu, 03 Maret 2012

KEPITING BAKAU

Budidaya Kepiting Bakau

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis penting. Pada mulanya kepiting bakau hanya dianggap hama oleh Petani tambak, karena sering membuat kebocoran pada pematang tambak. Tetapi setelah mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, maka keberadaannya banyak diburu dan ditangkap oleh nelayan untuk penghasilan tambahan dan bahkan telah mulai dibudidayakan secara tradisional di tambak. Mengingat permintaan pasar ekspor akan kepiting bakau yang semakin meningkat dari tahun ke tahun maka usaha ekstensifikasi budidaya kepiting bakau mulai dirintis di beberapa daerah.

Sebagai komoditas ekspor kepiting memiliki harga jual cukup tinggi baik dipasaran dalam maupun luar negeri, namun tergantung pada kualitas kepiting (ukuran tingkat kegemukan). Penggemukan kepiting dapat dilakukan terhadap kepiting bakau jantan dan betina dewasa tetapi dalam keadaan kosong/kurus. Untuk dapat menghasilkan kepiting yang gemuk diperlukan waktu yang cukup pendek yaitu 10 - 20 hari. Harga jual kepiting gemuk menjadi lebih tinggi dengan demikian dapat meningkatkan nilai tambah bagi petani.


1. TEKNIK BUDIDAYA PEMBESARAN

Faktor teknik yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan budidaya pembesaran kepiting, antara lain :

a. Pemilihan Lokasi Budidaya
Pemilihan lokasi budidaya harus tepat secara teknis operasional dengan mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut :
1. Mutu air cukup baik
- Salinitas 15 - 30 ppt
- pHair 7 - 8
- Suhu 25 - 30 C
- Kandungan O >3 ppm
2. Mudah diawasi
3. Substrat dasar tambak adalah lumpur berpasir
4. Untuk sistem karamba harus terhindar dari pengaruh banjir dan mudah terjangkau oleh pasang surut.
5. Merupakan wilayah penangkapan kepiting

b. Tempat Pemeliharaan
Tempat pemeliharaan kepiting bisa berupa kurungan bambu, waring, maupun bak beton. Untuk tempat pemeliharaan kepiting yang berasal dari kurungan bambu (karamba) disarankan berukuran 1,5x1x1meter atau 2x1x1meter, hal ini bertujuan memperrmudah pengelolaannya terutama pada waktu mengangkat karamba diwaktu panen.

c. Pemilihan Benih
Kesehatan benih merupakan satu diantara faktor yang menunjang keberhasilan dalam usaha penggemukan kepiting. Oleh sebab itu pemilihan dan pengelolaan benih harus benar dan tepat. Kesehatan benih juga bisa dilihat dari kelengkapan kaki-kakinya. Hilangnya capit akan berpengaruh pada kemampuan untuk memegang makanan yang dimakan serta kemampuan sensorisnya. Walaupun pada akhirnya setelah ganti kulit maka kaki yang baru akan tumbuh tetapi hal ini memerlukan waktu, belum lagi adanya sifat kanibalisme kepiting, sehingga kepiting yang tidak bisa jalan karena sedang ganti kulit sering menjadi mangsa kepiting lainnya. Untuk itu maka harus dipilih benih yang mempunyai kaki masih lengkap. Benih kepiting yang kurang sehat warna karapas akan kemerah-merahan dan pudar serta pergerakannya lamban.

d. Pengangkutan Benih
Walaupun kepiting bakau merupakan hewan yang tahan terhadap perubahan lingkungan namun cara pengangkutan yang salah bisa menyebabkan kematian dalam jumlah banyak atau mengurangi sintasan. Pengangkutan benih sebaiknya dilakukan sewaktu suhu udara rendah dan kurang sinar matahari. Tereksposenya benih kepiting ke dalam sinar matahari bisa menimbulkan dehidrasi yang pada akhirnya cairan dalam tubuh kepiting akan keluar semuanya sehingga menyebabkan kematian. Tingginya kematian benih setelah sampai tempat tujuan biasanya disebabkan karena benih yang dibeli memang sudah lemah akibat sudah ditampung beberapa hari oleh pedagang pengumpul. Biasanya kematian kepiting terjadi setelah hari ke-4 dalam penampungan tanpa air. Wadah yang dipakai dalam pengangkutan kepiting sebaiknya tidak menyebabkan panas dan letakkan kepiting dalam posisi hidup. Wadah sterofoam dengan panjang 1 m dan lebar 60 cm dapat menyimpan benih sebanyak 100 - 150 ekor untuk benih yang diikat.Lakukan penyiraman sebanyak 2 - 3 kali penyiraman dengan air berkadar garam 10 - 25 ppt, selama pengangkutan 5 - 6 jam.


2. PENEBARAN

Penebaran kepiting dilakukan pada pagi atau sore hari pada karamba. Benih kepiting yang ditebarberukuran berat 200 - 300 gram per ekor. Untuk ukuran karamba 1,5 - 2 x 1 x 1 meter kepadatan tebar nya kurang lebih 15 - 25 kg atau sebanyak 60 - 70 ekor.


3. PEMELIHARAAN

Penempatan karamba dalam petak tambak disarankan diletakkan di dekat pintu masuk/keluar air. Posisi karamba sebaiknya menggantung berjarak 15 cm dari dasar perairan yang tujuannya agar sisa pakan yang tidak termakan jatuh ke dasar perairan tidak mengendap di dalam karamba. Diusahakan seminggu 2 kali karamba dipindah dari posisi semula hal ini bertujuan agar terjadi sirkulasi / pergantian air. Kegiatan dalam pemeliharaan setelah penebaran dilakukan :

- Pemberian pakan rucah lebih diutamakan dalam bentuk segar sebanyak 5 -10% dari berat badan dan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore/malam hari.
- Penggantian air dilakukan bila terjadi penurunan kualitas air.
- Sampling dilakukan setiap 5 hari untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan dan kesehatan kepiting.

Dengan pengelolaan pakan yang cermat, cocok dan tepat jumlah maka dalam tempo 10 hari
pertumbuhan kepiting bisa diketahui.


4. PEMANENAN

Pemeliharaan / penggemukan kepiting di karamba dapat dilakukan selama 15 hari, tergantung pada ukuran benih dan laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan oleh jenis pakan yang diberikan dan kualitas air tambak. Untuk memanen kepiting digunakan alat berupa seser baik untuk tujuan pemanenan total maupun selektif. Pelaksanaan panen harus dilakukan oleh tenaga terampil untuk menangkap dan kemudian mengikatnya. Selain itu tempat dan waktu penyimpanan sebelum didistribusikan kepada konsumen menentukan kesegaran dan laju dehidrasi karena kehilangan berat sekitar 3 - 4% dapat menyebabkan kematian.


5. ANALISA USAHA
Beberapa asumsi yang digunakan dalam menghitung biaya dan pendapatan dalam usaha penggemukan kepiting :
- Lama pemeliharaan 15 hari.
- Harga jual kepiting jantan Rp. 27.000,- dan kepiting betina Rp. 50.000,-
- Benih yang dibutuhkan 20 kg atau 60 ekor/keramba
- SR 75% atau 88 ekor, jantan 44 ekor atau 22 kg dan betina 44 ekor atau 22 kg dengan ukuran 1-2 ekor/kg.


ANALISALABA-RUGI

A. Biaya Investasi
-Pembuatan Karamba 2bh @ Rp.250.000 : Rp. 550.000
-Pembelian Peralatan : 50.000
Sub total A : Rp. 550.000

B. Biaya Operasional
- Benih 40 kg @ Rp. 19.000 : Rp. 760.000
-Pakan 150 kg @ Rp. 1.000 : Rp. 150.000
-Tenaga Kerja : 150.000
Sub total B : Rp.1.060.000

C. Penyusutan Modal 10% x A : Rp. 55.000

D. Total Biaya (B+C) : Rp.1.115.000

E. HasilPenerimaan
-Kepiting jantan 44 kg @ Rp. 27.000 : Rp. 594.000
-Kepiting betina44 kg @ Rp. 50.000 : Rp.1.100.000
Sub total E : Rp.1.694.000

F. Laba Operasional (E-D) : Rp. 579.000
G. Laba dalam 1 tahun (Fx12bln) : Rp.6.948.000


ANALISA BIAYA

1. Cash Flow{G+A} : Rp.7.498.000
2. Rentabilitas {F:(A+B)*100%)} : 46%
3. B/C Rati0 {E :D} : 1,5
4. Pay BackPeriod {(A+B) : (G+A) x 1tahun} : 3 bulan
5. Break EvenPoint {(C:(1 - (B:E)} : Rp. 146.956

menjaga kesegaran ikan

Bagaimana Menjaga Kesegaran Ikan dengan Handling dan Packing


Dalam mempersiapkan produk hasil laut, harus diperhatikan proses setelah penangkapan sehingga ikan yang ditangkap tetap segar sampai di tangan konsumen. Dua di antaranya adalah tentang handling (penanganan) dan packing (pengemasan). Dengan memperhatikan proses penangkapan dan pasca penangkapan, diharapkan kualitas produk ikan segar tersebut dapat terjaga dan diterima oleh pasar yang lebih luas. Ini merupakan investasi jangka panjang program Seafood Savers yang sedang dibangun oleh WWF Indonesia untuk menjaga keberlangsungan produk laut Indonesia.
Proses handling dan packing terdiri atas tahap-tahap yang perlu diperhatikan dengan baik. Jika kedua proses tersebut dilakukan dengan benar, kualitas ikan yang dijual akan terjaga sehingga nelayan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari ikan yang mereka tangkap secara lebih efisien dan efektif. Ini artinya, mereka tidak akan banyak membuang hasil tangkapan yang berkualitas buruk di mana hal tersebut mendorong mereka untuk kembali melakukan penangkapan di laut secara berlebihan dan tidak bertanggung jawab.
Handling (penanganan)
Handling adalah penanganan ikan segar setelah ditangkap atau dipanen. Penanganan ikan segar hasil perikanan tangkap maupun budidaya pada prinsipnya hampir sama, yaitu menekankan pada kebersihan dan kualitas ikan agar diperoleh ikan segar dengan kondisi yang tetap prima.
Berikut tahapan proses handling ikan segar:
1. Penangkapan ikan menggunakan cara dan alat tangkap yang seminimal mungkin dapat merusak kualitas fisik ikan. Penggunaan cara dan alat tangkap yang merusak seperti bom ikan dan potas, selain menimbulkan dampak sangat negatif terhadap ekosistem laut, juga berdampak buruk pada kualitas ikan hasil tangkapan.
2. Siapkan lumpur es (ice chilled); lumpur es adalah campuran ES dan AIR LAUT dengan perbandingan 2 : 1 bersuhu tepat 0°C (gunakan thermometer digital). Jika suhu belum mencapai 0°C tambahkan ES. Lumpur es bisa ditempatkan pada palka kapal (usahakan memakai palka yang kedap air) atau bisa menggunakan box fiber secukupnya. Lumpur es ini bertujuan untuk mematikan ikan seketika dengan tujuan daging ikan tetap dalam kondisi prima (cold shock kill) dan pembekuan (chilling), selain itu secara tidak langsung juga untuk membersihkan tubuh ikan dari kotoran yang melekat.
3. Ikan hidup yang telah ditangkap langsung dimasukkan ke dalam palka atau box fiber yang berisi lumpur es. Pertahankan suhu pada 0°C, jika suhu naik tambahkan es kembali. Pada tahap ini bisa dilakukan pemilihan ikan berdasarkan ukuran dan kualitas, atau bisa juga tahap pemilihan tersebut dilakukan pada proses packing ikan.
4. Jumlah ikan yang masuk selama tahap cold shock kill adalah 50-60 persen dari kapasitas palka atau box fiber.
5. Setelah kapasitas palka atau box fiber terpenuhi, buang/sedot air, kemudian tambahkan es secukupnya untuk proses pembekuan (chilling).
6. Proses chilling dilakukan selama 5 jam, pada 2 jam pertama cek suhu tengah ikan (center body) dengan cara menusukkan thermometer pada anus hingga mencapai bagian tengah ikan. Jika suhu belum mencapai 0°C tambahkan es. Cek suhu tengah ikan untuk masing-masing palka atau box fiber. Ulangi prosedur tersebut pada 2 jam kedua dan saat proses chilling sampai 5 jam. Pastikan suhu tengah ikan 0°C sebelum ikan masuk packing.
Packing (pengemasan)
1. Siapkan perlengkapan packing: box fiber/box styrofoam, plastik pelapis, spidol, stiker label, tali strapping, lakban putih, dan sarung tangan.
2. Cek suhu tengah ikan yang telah diproses chilling.
3. Siapkan box fiber atau box styrofoam, lapisi bagian dalamnya dengan plastik (plastik berguna untuk menjaga suhu ruang dalam boks tetap stabil sehingga suhu tengah tubuh ikan tidak naik lebih dari 2°C, isi es dengan ketebalan 5 cm.
4. Masukkan ikan ke dalam boks dengan posisi perut di atas (bertujuan agar daging bagian bawah ikan tidak rusak) secara berjajar (horisontal). Susunan dari bawah ke atas es-ikan-es-ikan-es dan seterusnya.
5. Setelah boks penuh (kapasitas fiber 120 kg, styrofoam 30 kg disesuaikan ukuran boks) lapisi bagian atas dengan es setebal 5-10 cm.
6. Kebutuhan es dalam boks disesuaikan dengan alat transportasi pengangkut dan juga jarak tempuh hingga sampai ke tangan konsumen.
Saat ini, WWF Indonesia sedang membuat panduan mengenai praktek perikanan yang lebih baik , di antaranya adalah handling dan packing, dalam serial dokumen BMP (Better Management Practices) Perikanan. Salah satu serial BMP tersebut adalah mengenai perikanan karang tangkap.

Pada dokumen tersebut diberikan semacam guidelines mengenai cara tangkap yang ramah lingkungan serta spesifikasi berat dan panjang ikan yang layak untuk ditangkap. Misalnya, ikan kerapu X, minimal harus mencapai ukuran panjang XX cm, baru boleh ditangkap. Kalau kurang dari XX cm maka ikan kerapu tersebut masih remaja, artinya belum bereproduksi.

Dengan menetapkan ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap, diharapkan ikan tersebut minimal telah bereproduksi satu kali sebelum ikan tersebut ditangkap nelayan. Dengan begitu, stok ikan di laut akan tetap terjaga.

Pemisalan tersebut digunakan karena setiap jenis ikan (dalam kasus ini kerapu dan kakap) memiliki ukuran tangkap minimum yang berbeda pula. Contoh : Plectropomus maculatus atau yang disebut dengan kerapu sunu atau sunu memiliki ukuran tangkap minimum 54 cm, sedangkan Cromileptes altivelis atau yang disebut kerapu bebek atau kerapu tikus memiliki ukuran tangkap minimum 39 cm, sementara itu Lutjanus malabaricus atau yang disebut kakap merah memiliki ukuran tangkap minimum 54 – 57.6 cm. Perbedaan ukuran tangkap minimum dari ikan – ikan tersebut tergantung pada siklus reproduksi mereka yang berbeda – beda satu dengan lainnya.
Pada dokumen BMP Perikanan Kerapu dan Kakap dijelaskan lebih lanjut mengenai berbagai ukuran tangkap minimum dari berbagai jenis ikan kerapu & kakap.